Ternyata ini belum berakhir, malah ini suatu permulaan. Teka-teki yang akhirnya terjawab sudah. Bingung diantara suka atau harus berduka. Diantara bersyukur atau meratapi. Suka karena akhirnya terkuak sudah misteri selama ini. Duka karena semua rencana menguap begitu saja. Syukur karena Gusti menjawab. Meratapi karena merasa terhina.
Ternyata benar kata-kata orang itu, cinta itu buta. Bahkan hati dan pikiran ikut dibutakan, bukan hanya mata. Tidak perlu menyalahkan siapapun, salahkan saja diri sendiri kenapa bisa menjadi sosok pribadi yang terlalu penyabar, terlalu percaya, terlalu permisive, dan terlalu mencinta. Makan itu cinta!
Pernah dengar air susu dibalas air tuba?! Sering yaa didengar di jaman SD pelajaran Bahasa Indonesia. Sekitar 15 tahun yang lalu mungkin. Tapi baru sekarang makna dari peribahasa tersebut saya pahami dan rasakan. How dare you are?!
Pelajaran bermakna bagi diri pribadi. Tidak ada hukum kewajiban bahwa orang setia maka akan dibalas dengan kesetiaan. Tidak juga dengan orang sabar dibalas dengan kesabaran. Tidak juga dengan orang tulus dibalas dengan ketulusan. Yang ada, penindasan. Seperti lagu jadul "wanita dijajah pria sejak dulu kala".
Sekarang, terlukalah dan terpuruklah kamu atas segala yang telah ditanam. Seperti ucapanmu, "saat ini hukumannya". Selamat berpanen. Doaku, agar hasil panennya tidak selamanya menjadi bisa namun susu yang membawa semuanya ke dalam posisi netral. Netral.
"Gusti, jadikanlah cahaya dalam kalbuku, cahaya dalam kuburku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam rambutku, cahaya dalam kulitku, cahaya dalam dagingku, cahaya dalam darahku dan cahaya dalam tulang-tulangku. Dan cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kirikuk, cahaya di atasku dan cahaya di bawahku. Gusti, tambahkanlah cahaya kepadaku, berikanlah cahaya kepadaku dan jadikanlah cahaya bagiku dan jadikanlah diriku cahaya."
Lantunan ini dipanjatkan bukan hanya untukku tapi dirimu. Bagaimanapun juga aku bukanlah pendendam yang senang mengumpat dan mengucapkan kutukan. Cukup Gusti yang menjadi waliku. Jika Gusti saja memberikan ampunan, maka aku pun juga. Jika Gusti saja memberikan kesempatan, maka aku pun juga. Datanglah jika kesempatan itu sudah dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan buatlah kompromi dengan Gusti bahwa ini adalah kesempatan terakhir yang akan dijaga selamanya. Kalaupun tidak kembali maka rahasia Gusti apa lagi yang akan segera terbuka untukku. Maka aku ikhlas.
Ikhlas bukan berarti tanpa air mata. Ikhlas bukan berarti tidak sakit. Ikhlas hanya meyakini bahwa semua yang terjadi. Semua yang datang dan pergi. Semua yang ada dan tiada adalah atas kehendak Gusti Allah. Semua karena Gusti Allah. (credit by www.azaleav.com)
Kumaafkan, bukan berati kulupakan.
Kuikhlaskan, bukan berarti kuterima.
Kuberikan kesempatan, bukan berarti pintu terbuka lebar.
No comments:
Post a Comment